Hati-hati alergi berubah menjadi infeksi
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinusitis banyak ditemukan pada penderita alergi rhinitis yang mana pada penderita ini terjadi pilek menahun akibat dari alergi terhadap debu dan sari bunga. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung. Jangan dilupakan kalau sinusitis juga bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Tulisan kali ini lebih menitikberatkan pembahasan pada sinusitis yang disebabkan oleh infeksi.
Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus ethmoid terletak agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris. Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel sel penghasil cairan mukus. Udara masuk ke dalam sinus melalui sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga sinus dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena suatu sebab lubang ini buntu maka udara tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang diproduksi di dalam sinus tidak akan bisa dikeluarkan.
Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus. Adanya demam, flu, alergi dan bahan bahan iritan dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada ostia sehingga lubang drainase ini menjadi buntu dan mengganggu aliran udara sinus serta pengeluaran cairan mukus. Penyebab lain dari buntunya ostia adalah tumor dan trauma. Drainase cairan mukus dari rongga sinus juga bisa terhambat oleh pengentalan cairan mukus itu sendiri. Pengentalan ini terjadi akibat pemberiaan obat antihistamin, penyakit fibro kistik dan lain lain. Sel penghasil mukus memiliki rambut halus (silia) yang selalu bergerak untuk mendorong cairan mukus keluar dari rongga sinus. Asap rokok merupakan biang kerok dari rusaknya rambut halus ini sehingga pengeluaran cairan mukus menjadi terganggu. Cairan mukus yang terakumulasi di rongga sinus dalam jangka waktu yang lama merupakan tempat yang nyaman bagi hidupnya bakteri, virus dan jamur.
PEMBAGIAN
Sinusitis dapat dibagi menjadi dua tipe besar yaitu berdasarkan lamanya penyakit (akut, subakut, khronis) dan berdasarkan jenis peradangan yang terjadi (infeksi dan non infeksi). Disebut sinusitis akut bila lamanya penyakit kurang dari 30 hari. Sinusitis subakut bila lamanya penyakit antara 1 bulan sampai 3 bulan, sedangkan sinusitis kronis bila penyakit diderita lebih dari 3 bulan. Sinusitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus walau pada beberapa kasus ada pula yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan sinusitis non infeksi sebagian besar disebabkan oleh karena alergi dan iritasi bahan bahan kimia. Sinusitis subakut dan khronis sering merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.
Sinusitis akut biasanya diawali dengan infeksi saluran pernapasan atas, umumnya infeksi virus. Jika bakteri kemungkinan yang tersering ialah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, and Moraxella catarrhalis. Hingga saat ini, Haemophilus influenza ialah bakteri penyebab paling sering pada sinusitis akut. Akan tetapi, setelah adanya vaksin H. influenza type B (Hib), infeksi H. influenza type B mulai menurun dan sekarang yang sering dijumpai ialah infeksi tipe non-typable H. influenza (NTHI). Penyebab patogen bakteri lainnya ialah Staphylococcus aureus dan streptococci species lainnya, bakteri anaerobik dan yang paling jarang ialah bakteri gram negatif. Sinusitis viral biasanya berlangsung 7 - 10 hari, sementara sinusitis karena bakteri bisa lebih lama. Hampir 0,5 - 2% sinusitis viral mengalami infeksi sekunder menjadi sinusitis bakterial.
Sinusitis akut juga bisa akibat jamur, biasanya pada pasien dengan diabetes atau imunodefisiensi (AIDS atau pasien tranplantasi) dan bisa membutuhkan pengobatan jangka panjang. Pasien dengan diabetes tipe 1, ketoasidosis biasanya sinusitis karena Mucormycosis. Iritasi kimia juga bisa memicu sinusitis, biasanya dari asap rokok dan klorin. Pada kasus yang jarang, sinusitis bisa juga akibat infeksi di gigi.
Sinusitis kronis, secara definisi ialah sinusitis yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit yang mengakibatkan inflamasi kronik sinus sebagai gejala umumnya. Gejala sinusitis kronis antara lain: kongesti nasal, nyeri wajah, sakit kepala, batuk-batuk malam hari, seperti gejala asma, kelemahan umum, secret (ingus) kuning atau hijau kental, perasaan tebal di muka atau nyeri yang semakin memburuk jika ditekuk/menunduk, pusing, sakit gigi, dan/atau bau mulut. Sinusitis kronis seringkali menyebabkan anosmia, berkurangnya fungsi indera penciuman. Pada beberapa kasus, sinusitis maksilaris akut atau kronis sering berkaitan dengan infeksi rongga mulut. Vertigo, silau dan pusing jika terkena cahaya, serta penglihatan buram ialah gejala yang jarang dijumpai pada sinusitis kronis sehingga harus dianamnesa lebih lanjut kemungkinan penyebab lain.
Sinusitis kronis dibagi 2 kasus yakni kasus dengan polip dan kasus tanpa polip. Jika didapatkan polip, kasus ini dinamakan sinusitis hiperplastik kronis. Kasus tersebut sulit dipahami, kemungkinan melibatkan alergi, faktor lingkungan seperti debu atau polusi, infeksi bakteri atau jamur (disertai alergi, infeksi, atau reaktif). Faktor non-alergi, seperti rhinitis vasomotor juga bisa berdampak pada masalah sinus yang kronis. Saluran sinus yang menyempit seperti pada septum deviasi, dapat mengganggu drainase dari rongga sinus. Kombinasi kuman pada sinusitis kronis seperti Staphylococcus aureus (termasuk methicilin resistant S.aureus ) dan Staphylococci. Pengobatan antibiotik bertujuan menekan inflamasi yang bersifat temporer, meskipun hiperesponsif sistem imun terhadap bakteri dilaporkan sebagai kemungkinan penyebab sinusitis dengan polip (sinusitis hiperplastik kronik)
Usaha pembagian subtipe sinusitis kronis sudah dilakukan. Keberadaan eosinophil di sekret hidung dan sinus paranasal telah ditemukan pada banyak pasien dan disebut Eosinophilic Mucin RhinoSinusitis (EMRS). Kasus EMRS ini berhubungan dengan respon alergi, tetapi alerginya sendiri jarang dilaporkan, sehingga disubkategorikan lagi menjadi EMRS alergi dan non-alergi. Peran jamur sebagai penyebab sinusitis kronis masih masih menjadi perdebatan hingga sekarang karena jamur hampir selalu ditemukan pada rongga hidung dan rongga sinus pada semua pasien sinusitis, tapi juga sering ditemukan pada orang sehat.
GEJALA
Gejala sinusitis yang paling umum adalah sakit kepala, nyeri pada daerah wajah, serta demam. Hampir 25% dari pasien sinusitis akan mengalami demam yang berhubungan dengan sinusitis yang diderita. Gejala lainnya berupa wajah pucat, perubahan warna pada ingus, hidung tersumbat, nyeri menelan, dan batuk. Beberapa pasien akan merasakan sakit kepala bertambah hebat bila kepala ditundukan ke depan. Pada sinusitis karena alergi maka penderita juga akan mengalami gejala lain yang berhubungan dengan alerginya seperti gatal pada mata, dan bersin bersin.
Sinus paranasal dibagi menjadi beberapa bagian/area seperti frontal, ethmoid, maksilaris dan sfenoid. Sinus ethmoid dibagi lagi menjadi sinus ethmoid anterior dan posterior, pembagian tersebut berdasarkan lamella basal di turbin tengah. Berdasarkan gejala dan keparahan penyakitnya, lokasi sinus yang terkena dapat diprediksi. Sinus maksilaris dapat menyebabkan nyeri dan nyeri tekan di daerah maksila(pipi), sakit gigi, sakit kepala. Sinus frontalis dapat menyebabkan nyeri dan nyeri tekan di rongga sinus frontal (berlokasi di bawah mata), sakit kepala. Sinus ethmoid dapat menyebabkan nyeri dan nyeri tekan di antara atau di belakang mata dan sakit kepala. Sinus sphenoid dapat timbul nyeri dan nyeri tekan di belakang mata, menjalar ke kepala belakang atau kepala atas.
Diagnosa
Sinusitis sebagian besar sudah dapat didiagnosa hanya berdasarkan pada riwayat keluhan pasien serta pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter. Hal ini juga disebabkan karena pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI yang walaupun memberikan hasil lebih akurat namun biaya yang dikeluarkan cukup mahal. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya kemerahan dan pembengkakan pada rongga hidung, ingus yang mirip nanah, serta pembengkakan disekitar mata dan dahi. Pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI baru diperlukan bila sinusitis gagal disembuhkan dengan pengobatan awal. Rhinoskopi, sebuah cara untuk melihat langsung ke rongga hidung, diperlukan guna melihat lokasi sumbatan ostia. Terkadang diperlukan penyedotan cairan sinus dengan menggunakan jarum suntik untuk dilakukan pemeriksaan kuman. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan jenis infeksi yang terjadi.
PENGOBATAN
Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus maka tidak diperlukan pemberian antibiotika. Obat yang biasa diberikan untuk sinusitis virus adalah penghilang rasa nyeri seperti parasetamol dan dekongestan. Curiga telah terjadi sinusitis infeksi oleh bakteri bila terdapat gejala nyeri pada wajah, ingus yang bernanah, dan gejala yang timbul lebih dari seminggu. Sinusitis infeksi bakteri umumnya diobati dengan menggunakan antibiotika. Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri yang paling sering menyerang sinus karena untuk mendapatkan antibiotika yang benar benar pas harus menunggu hasil dari biakan kuman yang memakan waktu lama. Lima jenis bakteri yang paling sering menginfeksi sinus adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes. Antibiotika yang dipilih harus dapat membunuh kelima jenis kuman ini. Beberapa pilihan antiobiotika antara lain amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole. Jika tidak terdapat perbaikan dalam lima hari maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan amoxicillin plus asam klavulanat. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 10 sampai 14 hari. Pemberian dekongestan dan mukolitik dapat membantu untuk melancarkan drainase cairan mukus. Pada kasus kasus yang khronis, dapat dipertimbangkan melakukan drainase cairan mukus dengan cara pembedahan.Komplikasi yang serius jarang terjadi, namun kemungkinan yang paling gawat adalah penyebaran infeksi ke otak yang dapat membahayakan kehidupan.
Sumber : Majalah Farmacia Edisi Juni 2011 , Halaman: 18 (557 hits)